Selasa, 09 Desember 2014

Sejarah Desain Grafis Di indonesia


Perkembangan desain di Indonesia di mulai pada tahun 1970, dimana pada saat itu telah terjadi peristiwa yang diberi nama Desember Hitam, peristiwa ini pecah di penghujung tahun 1974. Desember Hitam muncul karena adanya gelombang protes terhadap pemberian penghargaan pemerintah kepada lima pelukis, yang karyanya dikritisi sebagai bercorak ragam sama (seragam) yaitu dekoratif, dan lebih mengabdi kepada kepentingan ‘konsumtif’. 
Gerakan Desember Hitam adalah awal terbentuknya gerakan seni rupa baru GSRB pada tahun 1975, GSRB memiliki pemahaman bahwa kesenian tidak harus dikategorikan menurut jenjang, ada kesenian kelas wahid dan ada kesenian kelas bawah (amatir). GSRB menolak batasan antara seni murni dan seni terap, dan semua fenomena kesenian termasuk desain pun dianggap sederajat. Sepanjang perjalanannya (1975-1979, 1987), eksponen GSRB yang juga desainer grafis tercatat antara lain FX Harsono, Syahrinur Prinka (1947-2004), Wagiono Sunarto, Priyanto Sunarto, Gendut Riyanto (1955-2003), Harris Purnama dan Oentarto.
Organisasi desain grafis pertama di Indonesia, sepanjang tahun 1970 bermunculan perusahaan desain yang sepenuhnya dipimpin oleh desainer grafis, namun perbedaannya pada masa itu adalah biro-biro ini memfokuskan diri pada desain non-iklan dan semuanya berlokasi di Jakarta, berikut adalah beberapa biro desain tersebut  : 

Vision (Karnadi Mardio), Grapik Grapos Indonesia (Wagiono Sunarto, Priyanto Sunarto, S Prinka), Citra Indonesia (Tjahjono Abdi, Hanny Kardinata) dan GUA Graphic (Gauri Nasution). Dan pada dekade berikutnya, di Jakarta muncul antara lain Gugus Grafis (FX Harsono, Gendut Riyanto), Polygon (Ade Rastiardi, Agoes Joesoef), Adwitya Alembana (Iwan Ramelan, Djodjo Gozali), Headline (Sita Subijakto), BD+A (Irvan Noe’man), dan di Bandung: Zee Studio (Iman Sujudi, Donny Rachmansjah), MD Grafik (Markoes Djajadiningrat), Studio “OK!” (Indarsjah Tirtawidjaja) dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar